Pada tahun 2021, sekitar 42,12 persen pemuda di Jawa Timur berstatus pernah kawin, dengan rincian 40,85 persen berstatus kawin dan 1,27 persen berstatus cerai hidup/cerai mati. Sedangkan lebih dari separuh pemuda Jawa Timur berstatus belum kawin, yaitu sekitar 57,88 persen.
Hal itu tercatat dalam Laporan Statistik Pemuda Provinsi Jawa Timur Tahun 2021 yang dipublikasikan di laman resmi BPS Jatim, Juli 2022. Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim), Dadang Hardiwan mengatakan bahwa yang diizinkan untuk memasuki pernikahan merupakan penduduk pada rentang usia pemuda.
Berdasarkan UU 16/2020 tentang perubahan terhadap UU 1/1974 tentang Perkawinan, pada Pasal 7 antara lain menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
Kapan seseorang memutuskan untuk menikah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor tuntutan ekonomi, pendidikan, dan budaya. Pola status perkawinan dapat mencerminkan status sosial ekonomi penduduk suatu wilayah.
Jika diperhatikan menurut tipe daerah, pemuda yang tinggal di perdesaan cenderung lebih banyak yang berstatus pernah kawin (47,91 persen) dibandingkan pemuda yang tinggal di perkotaan (37,69 persen).
Dapat dikatakan bahwa pemuda yang tinggal di perdesaan cenderung lebih cepat menikah dibandingkan yang tinggal di perkotaan. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh cara pandang tentang pernikahan serta budaya atau kultur yang berbeda antara perdesaan dan perkotaan.
Demikian pula berdasarkan jenis kelamin, tampak ada perbedaan pola status perkawinan antara pemuda laki-laki dan perempuan. Pemuda perempuan cenderung lebih banyak yang berstatus pernah kawin dibandingkan pemuda laki-laki (54,18 persen berbanding 29,97 persen). Hal ini menunjukkan bahwa pemuda perempuan cenderung lebih cepat menikah dibandingkan pemuda laki-laki.