Guru Bimbingan Konseling (BK) Sekolah menjadi salah satu ujung tombak dalam mendeteksi dan menangani apabila terjadi kekerasan anak di sekolah. Hal ini disampaikan dalam sosialisasi yang diadakan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim, Rabu (6/7/2022).
Kepala Bidang Perlindungan dan Tumbuh Kembang Anak DP3AK Jatim, Nanang Abu Hamid, saat membacakan sambutan Kepala DP3AK Jatim, Restu Novi Widiani, menjelaskan, sekolah merupakan salah satu lembaga pemenuhan hak anak di bidang pendidikan. Di lingkungan sekolah tentu tidak luput dari kejadian tindakan kekerasan yang menimpa anak didik. Bahkan, di sekolah, kekerasan terhadap anak hingga menimbulkan trauma tersendiri bagi korban.
Beberapa potensi yang menjadikan sekolah rentan menjadi tempat terjadinya kekerasan terhadap anak, antara lain : 1. Waktu anak lebih lama di sekolah daripada di rumah, 2. Kegagalan pola asuh orang tua, 3. Representasi masalah siswa di rumah, 4. Belum maksimalnya fungsi pengawasan dari sekolah, dan 5. Bullying masih dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Dari potensi-potensi tersebut, maka diperlukan komitmen dan kerjasama yang kuat dari semua pihak, baik itu guru, murid dan orang tua.
Dijelaskan Nanang, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), kasus kekerasan terhadap anak sampai dengan bulan Juni 2022 adalah 493 kasus. Tempat kejadian kasus beragam mulai dari rumah sampai sekolah.
"Tantangan dalam pencegahan kekerasan di masyarakat, adalah kerangka hukum masih gagal melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak, hukum diam di tempat, penegakannya sering tidak memadai," ujar Nanang.
Begitu juga dengan sikap sosial dan praktik budaya memaafkan kekerasan, termasuk kurangnya pengetahuan, data, dan pemahaman, serta akar penyebab kekerasan terhadap anak,. Selain itu sumber daya yang dialokasikan juga tidak memadai.
Lebih lanjut Nanang menyampaikan, Pemerintah Provinsi Jatim memang telah mengeluarkan kebijakan dan melaksanakan berbagai program yang mendukung pemenuhan hak dan perlindungan kepada anak. Seperti pengembangan kabupaten/kota laya kanak (KLA), sekolah ramah anak, pembentukan forum anak di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, penyediaan ruang pengadilan ramah anak, kampanye-kampanye Gerakan Perlindungan Anak, Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan Dan Anak (UPT PPA).
Selain program tersebut, di berbagai daerah juga telah banyak upaya perlindungan anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerhati anak maupun lembaga masyarakat di wilayah masing-masing. Akan tetapi, berbagai program tersebut belum mampu membendung kejadian-kejadian baru kekerasan terhadap anak.