Menyaksikan KDRT, Apa Efeknya bagi Anak?

  • Senin, 30 Agustus 2021 - 13:15:00 WIB
  • Administrator

Menyaksikan KDRT,  Apa Efeknya bagi Anak?

oleh Aghnis Fauziah, S.Psi., M.Psi, Psikolog

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kekerasan domestik adalah kekerasan yang dialami baik secara fisik, psikologis/emosional, maupun seksual yang dialami di rumah, dimana kekerasan bertujuan untuk mendapatkan kekuasan dan kontrol terhadap pasangan.

Banyak anak yang menyaksikan KDRT juga merupakan korban dari kekerasan fisik. Sekitar 70% laki-laki yang melakukan kekerasan pada pasangan perempuannya juga menyakiti anaknya. Selain itu, perempuan yang menjadi korban dari kekerasan oleh pasangan juga akan cenderung menyakiti atau menelantarkan anaknya.

Anak-anak yang menyaksikan KDRT atau korban dari kekerasan itu sendiri memiliki risiko kesehatan secara fisik dan mental jangka panjang. Anak yang menyaksikan KDRT antara orangtuanya juga berisiko lebih tinggi melakukan KDRT di masa depan.

Apa dampak jangka pendek KDRT bagi anak?

Anak yang salah satu orangtuanya merupakan korban KDRT merasa takut dan cemas. Mereka mungkin selalu berjaga-jaga, mungkinkah hal tersebut akan terjadi lagi. Hal ini akan membuat mereka bereaksi dengan beberapa cara tergantung tingkat usianya,  sebagai berikut:

  • Bayi (0-2 tahun). Bayi yang berada dalam keluarga KDRT berpotensi terganggu kelekatannya dengan pengasuh, kebiasaan tidur yang buruk, gangguan makan, dan risiko luka fisik yang lebih tinggi.
  • Balita. Anak yang menyaksikan KDRT pada kedua orangtua dapat mengalami regresi, yaitu mengalami kemunduran seperti ketika mereka lebih kecil, seperti mengompol, menghisap jari, menangis dan merengek lebih sering. Mengalami kesulitan untuk tidur, atau tidur tidak nyenyak, menunjukkan rasa takut dengan bicara gagap, atau bersembunyi, dan menunjukkan gejala kecemasan perpisahan yang berat.
  • Usia 7-12 tahun. Anak pada usia tersebut menunjukkan rasa bersalah mengenai kekerasan dan menyalahkan diri sendiri. KDRT dan kekerasan melukai self-esteem anak, membuat anak minder dan tidak percaya diri. Mereka mungkin tidak berpartisipasi dalam aktivitas sekolah atau nilai yang baik di sekolah, memiliki lebih sedikit teman dibandingkan anak lainnya, dan sering terlibat dalam masalah. Mereka juga sering merasa pusing dan sakit perut.
  • Remaja. Remaja yang menyaksikan kekerasan menjadi bertindak dengan cara yang negatif, seperti bertengkar dengan anggota keluarga atau bolos sekolah. Mereka mungkin juga melakukan perilaku berisiko, seperti melakukan seks bebas dan mengkonsumsi alkohol atau narkoba. Mereka memiliki self-esteem yang rendah dan punya masalah dalam berteman. Mereka mungkin mulai berkelahi atau membully orang lain dan mungkin memiliki masalah dengan hukum. Tipe perilaku ini sering ditemui pada remaja laki-laki yang mengalami kekerasan saat kecil daripada pada remaja perempuan. Remaja perempuan memiliki kemungkinan lebih besar untuk menarik diri dan mengalami depresi.

Apa dampak jangka panjang KDRT atau kekerasan pada anak?

Anak-anak yang menyaksikan KDRT atau kekerasan berisiko mengulangi siklus kekerasan tersebut ketika mereka dewasa dengan menjadi pelaku ataupun korban dari KDRT. Contohnya, anak laki-laki yang melihat ibunya mendapat kekerasan dari ayahnya 10x lebih mungkin melakukan kekerasan pada pasangan perempuannya saat dewasa. Seorang anak perempuan yang tumbuh dalam rumah di mana ayahnya melakukan kekerasan pada ibunya 6x lebih mungkin untuk mendapat kekerasan seksual dibandingkan anak perempuan yang orangtuanya tidak ada KDRT.

Anak yang menyaksikan atau korban dari kekerasan emosiona,fisik, atau seksual berisiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehata saat dewasa. Ini termasuk dalam kondisi kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan, juga termasuk kesehatan fisik seperti diabetes, obesitas, sakit jantung, dan masalah lainnya.

Anak yang menyaksikan KDRT juga mempelajari kekerasan dari lingkungannya tersebut, antara lain:

  • Tidak apa-apa menyakiti orang lain agar bisa mengontrol mereka
  • Malu dengan keluarganya
  • Merasa tidak berdaya dan tidak mampu (karena rendahnya harga diri)
  • Meyakini bahwa orang lain tidak bisa dipercaya
  • Meyakini bahwa dunia tempat yang mengerikan dan tidak aman
  • Meyakini bahwa dalam cinta ada kekerasan
  • Meyakini bahwa laki-laki jahat, suka mengontrol, dan kejam
  • Meyakini bahwa perempuan lemah dan tidak berdaya

Bisakah anak pulih setelah menyaksikan atau mengalami KDRT atau kekerasan?

Setiap anak merespon secara berbeda terhadap kekerasan dan trauma. Beberapa anak lebih resilien, dan beberapa lebih sensitif. Seberapa sukses seorang anak mampu pulih dari trauma karena kekerasan bergantung dari beberapa hal, yaitu:

  • Sistem dukungan yang baik atau hubungan yang baik dengan orang dewasa yang terpercaya
  • Self-esteem yang tinggi
  • Pertemanan yang sehat

Meskipun anak tidak akan mungkin melupakan apa yang ia lihat atau alami selama kekerasan, mereka bisa belajar cara yang sehat untuk mengatasi emosi dan memorinya saat mereka dewasa. Semakin cepat anak mendapat bantuan, semakin baik peluangnya untuk memiliki mental dan fisik yang sehat saat dewasa.

Bagaimana saya bisa membantu anak pulih setelah menyaksikan atau mengalami KDRT?

Anda bisa membantu anak dengan:

  • Membantunya merasa aman. Anak yang menyaksikan atau mengalami KDRT perlu merasa aman. Mempertimbangkan untuk meninggalkan hubungan mungkin membantu anak merasa lebih aman. Berbicaralah pada anak tentang seberapa penting hubungan yang sehat.
  • Berbicara pada anak mengenai ketakutannya. Biarkan mereka tahu bahwa bukan kesalahannya kekerasan yang terjadi.
  • Berbicara pada anak mengenai hubungan yang sehat. Membantu anak belajar dari pengalaman kekerasan yang ia rasakan dengan membicarakannya tentang bagaiamana hubungan yang sehat dan yang tidak sehat. Ini akan membantu mereka mengetahui bagaimana hubungan yang sehat ketika mereka mulai menjalani hubungan romantis ketika mereka mulai dewasa.
  • Berbicara pada anak mengenai boundary. Biarkan anak tahu bahwa tidak ada satu orang pun yang berhak untuk menyentuh mereka ketika mereka merasa tidak nyaman, termasuk anggota keluarga, guru, atau orang dewasa lain. Jelaskan juga pada anak ia tidak memiliki hak untuk menyentuh tubuh orang lain, dan jika seseorang mengatakan untuk berhenti, mereka sebaiknya berhenti melakukannya.
  • Membantu anak menemukan sistem dukungan. Selain orangtua, ada guru BK, psikolog, atau orang dewasa lain yang terpecaya yang menyediakan dukungan.
  • Mendapatkan bantuan professional. Terapi atau konseling dapat membantu anak untuk mengatasi kecemasan atau gangguan mental lain karena trauma dari kekerasan. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur membuka layanan psikologi untuk memberikan konseling dan juga psikoterapi untuk anak-anak dan perempuan korban kekerasan. Layanan ini bersifat gratis dan tidak dipungut biaya apapun. Anda juga bisa melakukan konseling secara online dengan menghubungi hotline yang tertera berikut ini.

 

Apakah lebih baik untuk tetap di dalam pernikahan dengan KDRT daripada membesarkan anak sebagai single parent?

Anak tumbuh paling baik dalam lingkungan yang aman, stabil, dan saling menyayangi, baik dengan hanya satu atau dua orangtua. Anda mungkin berpikir bahwa kekerasan yang Anda alami tidak berdampak pada anak-anak jika mereka tidak pernah melihatnya. Tetapi anak tetap dapat mendengar adanya kekerasan, seperti teriakan atau suara pemukulan. Mereka juga dapat merasakan tekanan dan rasa takut. Bahkan jika anak-anak tidak melihat Anda mendapat kekerasan, mereka tetap mendapatkan dampak negatif dari kekerasan yang mereka ketahui telah terjadi.

Jika Anda merasa telah mendapat KDRT, Anda mungkin membutuhkan bantuan agar anak-anak merasa aman dan memulihkan traumanya agar tidak berdampak saat dewasa. Jika Anda memutuskan untuk meninggalkan pernikahan KDRT, Anda perlu melakukan beberapa tahapan untuk melindungi anak-anak dan diri Anda sendiri.

Bagaimana saya dan anak saya bisa aman sekarang jika saya tidak siap untuk meninggalkan pelaku kekerasan?

Keamanan dan keselamatan Anda dan anak-anak Anda adalah prioritas paling besar. Jika Anda belum siap untuk meninggalkan hubungan tersebut, anda dapat mengambil beberapa langkah untuk membantu Anda dan anak Anda sekarang, yaitu:

  • Membuat rencana darurat untuk Anda dan anak Anda
  • Mendengar dan berbicara pada anak dan memberitahu anak bahwa kekerasan tidak baik dan kekerasan terjadi bukan karena salah anak
  • Menghubungi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, UPTD PPA, PPT PPA, atau P2TP2A untuk mendapatkan bantuan.

 

Referensi:

Moles, K. (2001). The Teen Relationship Workbook: for professional helping teens to develop healthy relationships and prevent domestic violence . U.S.A: Wellness Reproductions and Publishing.

Office of Women's Health. (2019). Effects of domestic violence on children. Retrieved August 30, 2021, from Office of Women's Health Web site: https://www.womenshealth.gov/relationships-and-safety/domestic-violence/effects-domestic-violence-children

Stiles, M. (2002). Witnessing Domestic Violence: The Effect on Children. American Family Physician, 66(11):2052-2067.