Kekerasan Berbasis Gender Online : Terbatasnya Ruang Aman Bagi Perempuan dalam Bersosial Media

  • Senin, 31 Mei 2021 - 11:10:31 WIB
  • Administrator

Kekerasan Berbasis Gender Online :  Terbatasnya Ruang Aman Bagi Perempuan dalam Bersosial Media.

Oleh : Ajeng H. Puspitasari, M.Psi., Psikolog

 

Perkembangan dan penyebaran teknologi informasi yang semakin pesat memberikan dampak yang signifikan dalam pola komunikasi individu. Populernya media sosial sebagai wadah untuk saling berinteraksi telah menghadirkan bentuk – bentuk baru kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender secara online. Kekerasan berbasis gender sendiri memiliki pengertian sebagai tindak kekerasan pada seseorang yang didasarkan atas jenis kelamin dan memiliki tujuan untuk melecehkan korban berdasarkan gender atau seksualnya. Hal ini termasuk dalam tindakan yang mengakibatkan bahaya, penderitaan fisik, mental, dan seringkali disertai ancaman, paksaan, maupun penghapusan kemerdekaan.  Kekerasan berbasis gender online atau yang lebih populer dengan singkatan KBGO merujuk pada tindakan Kekerasan Berbasis Gender yang difasilitasi oleh teknologi atau secara spesifik terjadi didunia maya. Perempuan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menjadi korban kekerasan jenis ini.   

Sejak tahun 2015, komnas perempuan mulai mengidentifikasi kekerasan berbasis gender online sebagai salah satu bentuk kekerasan jenis baru dan memberikan sorotan tajam pada dampak yang ditimbulkannya. Komnas perempuan menggarisbawahi pola kekerasan yang lebih kompleks di ranah cyber, bila dibandingkan dengan kekerasan berbasis gender secara langsung. Dari tahun ke tahun jumlah kekerasan berbasis gender online semakin banyak dilaporkan. Pada tahun 2020 sendiri, terdapat 1458 kasus kekerasan berbasis gender yang berhasil dihimpun oleh komnas perempuan, 659 diantaranya adalah kekerasan berbasis gender online. Tentunya ini bukan angka riil yang terjadi di lapangan, banyak kasus yang tidak dilaporkan dan berlalu begitu saja. Kekerasan berbasis gender online lebih sering dianggap sebagai fenomena yang wajar dalam bersosial media, meskipun demikian dampak yang ditimbulkan oleh jenis kekerasan ini sama berbahayanya dengan kekerasan lainnya.

Kekerasan berbasis gender online sendiri terbagi dalam delapan tipe perilaku utama, diantaranya : (1) Pendekatan  yang bertujuan untuk memperdaya (cyber grooming), (2) Pelecehan secara online (cyber harassment), (3) Peretasan akun sosial media (hacking), (4) Penyebaran konten ilegal (illegal content), (5) Pelanggaran privasi (infringement of privacy), (6) Ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), (7) Pencemaran nama baik (online defamation), dan (8) Rekrutmen online (online recruitment). Sayangnya tidak semua perempuan memahami bahwa delapan perilaku tersebut termasuk kedalam ranah kekerasan berbasis gender.  Kekerasan berbasis gender yang dilakukan didunia maya, dianggap sebagai bagian dan resiko dalam bersosial media, sehingga menjadi perilaku yang dimaklumi. Berbagai tipe kekerasan berbasis gender online dapat disamarkan dalam berbagai aktivitas keseharian, lagi – lagi hal tersebut membuat jenis kekerasan ini dianggap sebagai hal yang wajar.

Kekerasan berbasis gender online dapat dimanifestasikan dalam berbagai aktivitas, yakni :

Kekerasan berbasis gender yang terjadi di dunia maya memiliki dampak yang sama kuatnya dengan jenis kekerasan umum. Jenis kekerasan ini memberikan jangkauan dampak yang lebih luas, tidak hanya pada lingkungan yang terdekat namun juga lingkungan sosial yang lain. Kekerasan berbasis gender online tidak memberikan resiko secara langsung pada fisik, melainkan berdampak signifikan secara psikologis. Korban kekerasan berbasis gender online memiliki self esteem yang lebih rendah sehingga merasa dirinya tidak lagi berharga dan cenderung kurang memiliki kepercayaan diri bila dihadapkan pada situasi sosial. Gangguan kecemasan pada situasi – situasi sosial menjadi reaksi umum yang sering dilaporkan sebagai dampak kekerasan berbasis gender. Korban akan cenderung  menarik diri dari berbagai aktivitas sosial, terutama aktivitas di media sosial. Pada kasus yang lebih ekstrim, dampak yang dirasakan oleh korban dapat mengarah pada depresi, kecenderungan melakukan self harm dan bunuh diri.

Kekerasan dalam bentuk apapun memberikan dampak yang signifikan pada kualitas hidup, terutama bagi korban. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur menyadari adanya kebutuhan untuk penanganan korban kekerasan. Dengan tujuan memperluas jangkauan terhadap korban, DP3AK Provinsi membuka layanan Desk Counseling atau layanan psikologi yang melayani konseling, psikoedukasi, dan juga psikoterapi untuk anak-anak dan perempuan korban kekerasan, serta anak dan remaja yang memiliki gangguan emosi maupun perilaku. Layanan ini bersifat gratis dan tidak dipungut biaya apapun. Anda dapat mendapatkan layanan psikologis secara langsung maupun online dengan menghubungi hotline yang tertera sebagai berikut :