DP3AK Jatim Gelar Talkshow Penguatan Ketahanan Keluarga

  • Rabu, 12 Oktober 2022 - 08:11:36 WIB
  • Administrator

Pemprov Jatim melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) menggelar acara talkshow dengan tema, ‘Penguatan Ketahanan Keluarga Menuju Keluarga yang Berkualitas’. Dalam acara ini, dipaparkan bagaimana menjadi keluarga yang harmonis dan tahan dari berbagai cobaan.

Acara yang digelar di Atrium Mall Grand City Surabaya, Rabu (12/10) sore, menghadirkan dua narasumber yang sangat kompeten. Yakni psikolog yang juga dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Dr Nur Ainy Fardana N MSi, dan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Hj Atifahturrahmaniyah SH MH.

Menurut salah seorang narasumber, Atifah, sapaan Atifahturrahmaniyah, mengatakan, menjadi suami dan istri itu harus tahu hak dan kewajibannya. Contohnya kewajiban seorang suami sebagai kepala rumah tangga yakni memberikan kebutuhan sandang, pangan, kesehatan hingga pendidikan selain tentunya kebutuhan batin untuk istrinya.

“Sekarang perceraian seolah menjadi hits. Apalagi ada publik figur yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangganya. Agar rumah tangga itu bisa menjadi harmonis, harus ada ketahanan keluarga. Apa itu ketahanan keluarga?, yaitu kemampuan keluarga dalam menghadapi, mengelola persoalan dalam keluarga,” jelasnya.

Atifah mengatakan, ketahanan keluarga menjadi rapuh biasanya karena pondasi perkawinan usia dini. Perkawinan usia anak ini sangat rapuh ketahannnya karena berbagai hal. Diantaranya tidak siapnya mental dan finansial.

“Dalam undang-undang perkawinan yang baru, syarat usia perkawinan untuk laki-laki dan perempuan 19 tahun. Undang-undang sebelumnya untuk perempuan 16 tahun. Dampaknya apa? Sekarang banyak sekali permohonan dispensasi perkawinan karena diubahnya aturan tersebut,” ungkap Atifah.

Pada 2021 lalu, kata Atifah, jumlah yang mengajukan dispensasi perkawinan sebanyak 17 ribu lebih. Sedangkan pada 2022 ini sebanyak 11 ribu lebih. Mayoritas yang mengajukan dispensasi ini karena by acciden alias si perempuan hamil duluan.

Jika sudah demikian, lanjutnya, dispensasi ini harus diberikan untuk melindungi perempuan dan anaknya. Jika tidak diizinkan, perempuan dan anak yang dilahirkan tidak ada yang tanggung jawab. Sebab perempuan setelah hamil akan melahirkan, menyusui dan membesarkan anaknya.

“Mayoritas pendidikannya masih SMP. Tentu laki-laki sebagai kepala rumah tangga, karena hanya pendidikannya SMP, tentu secara finansial masih belum matang. Kondisi ini yang menyebabkan rapuhnya pondasi ketahanan keluarga dan mengakibatkan perceraian,” ungkapnya.

Sementara itu, psikolog dan dosen Fakultas Psikologi Unair, Nur Ainy Fardana mengatakan, kondisi psikologi setiap keluarga itu berbeda-beda. Begitu juga dengan kematangan mentalnya. Kondisi ini tidak berbanding lurus dengan pendidikan. Tidak ada jaminan tingginya pendidikan seseorang, kematangan mental dalam membangun rumah tangga itu semakin baik.

“Tidak ada jaminan seseorang memiliki pendidikan tinggi bisa harmonis keluarganya. Ada yang terkena masalah, mereka kelimpungan. Begitu pula dengan kereligiusan atau kemapanan secara finansial. Contohnya ada suami istri sama-sama dokter, usia pacaran sama nikahnya lebih lama pacarannya. Jadi pendidikan dan kemapanan itu tidak menjamin keluarga bisa bahagia,” ungkapnya. (her/s)