Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto menyebut angka pernikahan anak di Jatim masih cukup tinggi. Menurut data yang diperolehnya dari Pengadilan Agama, sepanjang 2020 sebanyak 9.453 pernikahan di bawah usia yang dianjurkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
"Angka itu setara 4,97 persen dari total 197.068 pernikahan. Secara persentase memang meningkat dibanding 2019 yang hanya 3,6 persen. Namun, menurut jumlah sebenarnya turun. Pada tahun tersebut angka pernikahan anak sebanyak 19.211 kasus dari total 340.613 perkawinan," ujarnya.
Meski demikian, Andriyanto menyampaikan, angka pernikahan anak masih perlu ditekan lagi. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang pencegahan perkawinan anak yang sudah ditandatangani per 18 Januari 2021 lalu. "Artinya ini akan menjadi salah satu langkah pemprov menekan angka pernikahan dini," tuturnya.
Andriyanto berharap agar bupati dan wali kota bisa melakukan langkah-langkah seperti pada surat edaran tersebut, terutama dalam rangka penurunan perkawinan anak. Ada enam langkah yang harus dilakukan bupati dan wali kota dalam surat edaran bernomor 474.14/810/109.5/2021 tersebut.
"Di antaranya, memerintahkan atau mengajak semua stakeholder mulai kantor urusan agama (KUA), camat, lurah/kepala desa, ketua rukun tetangga (RT) hingga tokoh masyarakat bersama-sama mencegah pernikahan anak. Setidaknya tak memperkenankan perkawinan di bawah 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan," katanya.
Dalam SE tersebut, gubernur mengajak untuk menyosialisasikan usia matang menikah yakni 25 tahun untuk laki-laki dan 21 tahun bagi perempuan. Kemudian menganjurkan bupati dan wali kota membuat komitmen untuk OPD melakukan pencegahan perkawinan anak.
"Selanjutnya menganjurkan, mendukung, mendorong, serta memfasilitasi kepada seluruh warga untuk dapat memenuhi pelaksanaan Program Wajib Belajar 12 tahun," ujar Andriyanto.
Dalam Surat Edaran Gubernur Jatim juga tertuang pemerintah daerah untuk menyiapkan sarana prasarana pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Tugasnya untuk memberikan layanan konseling keluarga, dan sebagainya untuk mendorong masyarakat apabila terjadi perkawinan anak.
Poin lainnya yakni memfasilitasi dan mendorong pelaksanaan Sekolah Calon Pengantin bagi remaja yang akan melaksanakan pernikahan. Ini bertujuan agar calon pengantin mendapat ketrampilan dan pengetahuan persiapan kehidupan berumah tangga.
Terakhir yaitu mendorong masyarakat untuk aktif mencegah dan melaporkan jika terjadi perkawinan anak ke pengurus lingkungan RT dan RW. Lalu diteruskan secara terstruktur ke jajaran Pemerintahan yang lebih tinggi ke kepala desa/lurah, camat, sampai bupati/wali kota.
"Surat edaran tersebut dalam keterangannya menyebutkan bahwa anak itu perlu kita lindungi. Anak juga perlu kita penuhi haknya, dan pada akhirnya perlu kita tingkatkan kualitas sumber daya manusia di Jatim. Karena itu perlu dilakukan pencegahan," pungkasnya.
Disadur dari: Radar Surabaya